*MENGHADAP KIBLAT(KA'BAH)
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah, beliau
menghadap Ka'bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana
sabdanya kepada orang yang sholatnya salah:
"Bila engkau berdiri
untuk sholat, sempurnakanlah wudhu'mu, kemudian menghadaplah ke kiblat,
lalu bertakbirlah." (HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
Tentang
hal ini telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:
"Kemana saja kamu menghadapkan muka, disana ada wajah Allah."
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal
ini terjadi sebelum turunnya firman Allah: "Kami telah melihat kamu
menengadahkan kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke kiblat yang
kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian arah
Masjidil Haram." (QS. Al Baqarah : 144).
Setelah ayat ini turun beliau sholat menghadap Ka'bah.
Pada
waktu sholat subuh kaum muslim yang tinggal di Quba' kedatangan seorang
utusan Rasulullah untuk menyampaikan berita, ujarnya, "Sesungguhnya
semalam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mendapat wahyu,
beliau disuruh menghadap Ka'bah. Oleh karena itu, (hendaklah) kalian
menghadap ke sana." Pada saat itu mereka tengah menghadap ke Syam
(Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam mereka memutar haluan
sehingga ia mengimami mereka menghadap kiblat). (HR. Bukhari, Muslim,
Ahmad, Siraj, Thabrani, dan Ibnu Sa'ad. Baca Kitab Al Irwa', hadits No.
290).
*BERDIRI
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri karena memenuhi perintah
Allah dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian, beliau melakukan
sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya
agar melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
"Peliharalah
semua sholat dan sholat wustha dan berdirilah dengan tenang karena
Allah. Jika kamu dalam ketakutan, sholatlah dengan berjalan kaki atau
berkendaraan. Jika kamu dalam keadaa aman, ingatlah kepada Allah dengan
cara yang telah diajarkan kepada kamu yang mana sebelumnya kamu tidak
mengetahui (cara tersebut)." (QS. Al Baqarah : 238).
*MENHADAP SUTRAH (PEMBATAS)
Sutrah
(pembatas yang berada di depan orang sholat) dalam sholat menjadi
keharusan imam dan orang yang sholat sendirian, sekalipun di masjid
besar, demikian pendapat Ibnu Hani' dalam Kitab Masa'il, dari Imam
Ahmad.
Beliau mengatakan, "Pada suatu hari saya sholat tanpa
memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan sholat di dalam
masjid kami, Imam Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya,
'Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!' Kemudian aku memasang orang untuk
menjadi sutrah."
Syaikh Al Albani mengatakan, "Kejadian ini
merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang sholat di masjid
besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang sutrah di depannya."
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Janganlah
kamu sholat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan
seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus
memaksa lewat di depanmu, bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan."
(HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik)).
Beliau juga bersabda:
"Bila
seseorang di antara kamu sholat menghadap sutrah, hendaklah dia
mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya." (HR.
Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah
Dzahabi dan Nawawi).
Dan hendaklah sutrah itu diletakkan tidak
terlalu jauh dari tempat kita berdiri sholat sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
"Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang
jarak antara beliau dengan pembatas di depannya 3 hasta." (HR. Bukhari
dan Ahmad).
Adapun yang dapat dijadikan sutrah antara lain:
tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan tunggangan,
pelana, tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding dan
lain-lain yang semisalnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam
*NIAT
Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta'ala semata, serta menguatkannya dalam hati.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Semua
amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan)
sesuai dengan niatnya." (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al
Irwa', hadits no. 22).
Niat tidak dilafadzkan
Dan
tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak
pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.
Abu
Dawud bertanya kepada Imam Ahmad. Dia berkata, "Apakah orang sholat
mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?" Imam Ahmad menjawab, "Tidak."
(Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu' al Fataawaa XXII/28).
AsSuyuthi
berkata, "Yang termasuk perbuatan bid'ah adalah was-was (selalu ragu)
sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu
tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain hanya lafadz
takbir."
Asy Syafi'i berkata, "Was-was dalam niat sholat dan
dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan
akal." (Lihat al Amr bi al Itbaa' wa al Nahy 'an al Ibtidaa').
*TAKBIROTUL IHRAM
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya
sekali ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni
mengucapkan Allahu Akbar di awal sholat dan beliau pun pernah
memerintahkan seperti itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau
bersabda kepada orang itu:
"Sesungguhnya sholat seseorang tidak
sempurna sebelum dia berwudhu' dan melakukan wudhu' sesuai ketentuannya,
kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar." (Hadits diriwayatkan oleh Al
Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Apabila engkau hendak mengerjakan sholat,
maka sempurnakanlah wudhu'mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke
arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom." (Muttafaqun 'alaihi).
Takbirotul ihrom diucapkan dengan lisan
Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad
Ibnu Rusyd berkata, "Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa
menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena
yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut."
An
Nawawi berkata, "…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk
tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz takbir, baik apakah dia
sedang menjadi makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan
suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat
gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya
sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika
membaca ayat-ayat al Quran, takbir, membaca tasbih ketika ruku',
tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun
sunnah…" beliau melanjutkan, "Demikianlah nash yang dikemukakan Syafi'i
dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi'i berkata dalam al Umm,
'Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada
disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara
*MENGANGKAT KE2 TANGAN
Disunnahkan
mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan
merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata: "Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang
bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku' dan
setiap kali bangkit dari ruku'nya." (Muttafaqun 'alaihi).
Atau
mengangkat kedua tangannya setentang telinga, berdasarkan hadits riwayat
Malik bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang
telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat)." (HR. Muslim).
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam
dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas
(tidak merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya). (Shifat Sholat
Nabi).
*TANGAN BERSEDEKAP
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
"Kami,
para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur
serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika
melakukan sholat." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh
Dhiya' dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat pernah beliau
melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan
kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang
itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat
Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Meletakkan atau menggenggam
Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung
telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya berdasar hadits dari
Wail bin Hujur:
"Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan
kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya." (Hadits diriwayatkan
oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang
shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya, berdasarkan hadits Nasa'i dan Daraquthni:
"Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya." (sanad shahih).
Bersedekap di dada
Menyedekapkan
tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan
hadits: "Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya." (Hadits
diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin
Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam
Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa'il, halaman 222
berkata: "Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada kami….
Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo'a qunut dan melakukan
qunut sebeluim ruku'. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan
teteknya." Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi 'Iyadh
al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I'lam, beliau
berkata: "Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di
dada."
*MEMANDANG TEMPAT SUJUD
Pada saat mengerjakan sholat,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan
mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits
yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya
dari tempat sujud (di dalam sholat)." (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani).
Larangan menengadah ke langit
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit
(ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah sekelompok orang
benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit
ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga
pandangan mata mereka." (HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad).
Rasulullah
juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat,
beliau bersabda: "Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke
kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba
yang sedang sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri." (HR.
Tirmidzi dan Hakim).
Dalam Zaadul Ma'aad (I/248) disebutkan
bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan kepalanya
tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, "Jumhur ulama mengatakan
bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak."
Juga
dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau
di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan
atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.
*MEMBACA DOA ISTIFTAH
Doa
istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu 'alaihi
wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk
Allah.
Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang
salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:"Tidak sempurna sholat
seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat
keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Quran yang
dihafalnya…" (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui
oleh Dzahabi).
Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diantaranya adalah:
اَللَّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ، كَمَا يُنَقَّى
الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ
خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ.
“Ya Allah, jauhkan
antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan
antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan-
kesalahanku, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah,
cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan air es”.
[HR. Al-Bukhari 1/181 dan Muslim 1/419.]
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَـهَ غَيْرُكَ.
Maha
Suci Engkau ya Allah, aku memujiMu, Maha Berkah akan nama-Mu, Maha
Tinggi kekayaan dan kebesaranMu, tiada Ilah yang berhak disembah selain
Engkau. [HR. Empat penyusun kitab Sunan, dan lihat Shahih At-Tirmidzi
1/77 dan Shahih Ibnu Majah 1/135.]
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ
فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِيْ، وَنُسُكِيْ، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِيْ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكَ لاَ إِلَـهَ
إِلاَّ أَنْتَ. أَنْتَ رَبِّيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِيْ
وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ
يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِيْ لأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ
لاَ يَهْدِيْ لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا،
لاَ يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ،
وَالْخَيْرُ كُلُّهُ بِيَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ
وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ
إِلَيْكَ.
“Aku menghadap kepada Tuhan Pencipta langit dan bumi,
dengan memegang agama yang lurus dan aku tidak tergolong orang-orang
yang musyrik. Sesungguhnya shalat, ibadah dan hidup serta matiku adalah
untuk Allah. Tuhan seru sekalian alam, tiada sekutu bagiNya, dan karena
itu, aku diperintah dan aku termasuk orang-orang muslim.
Ya
Allah, Engkau adalah Raja, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali
Engkau, engkau Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku menganiaya diriku,
aku mengakui dosaku (yang telah kulakukan). Oleh karena itu ampunilah
seluruh dosaku, sesungguhnya tidak akan ada yang mengampuni dosa-dosa,
kecuali Engkau. Tunjukkan aku pada akhlak yang terbaik, tidak akan
menunjukkan kepadanya kecuali Engkau. Hindarkan aku dari akhlak yang
jahat, tidak akan ada yang bisa menjauhkan aku daripadanya, kecuali
Engkau. Aku penuhi panggilanMu dengan kegembiraan, seluruh kebaikan di
kedua tanganMu, kejelekan tidak dinisbahkan kepadaMu. Aku hidup dengan
pertolongan dan rahmatMu, dan kepadaMu (aku kembali). Maha Suci Engkau
dan Maha Tinggi. Aku minta ampun dan bertaubat kepadaMu”. [HR. Muslim
1/534]
اَللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيْلَ، وَمِيْكَائِيْلَ،
وَإِسْرَافِيْلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ
يَخْتَلِفُوْنَ. اِهْدِنِيْ لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ
بِإِذْنِكَ تَهْدِيْ مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ.
“Ya
Allah, Tuhan Jibrail, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan
bumi. Wahai Tuhan yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Engkau yang
menjatuhkan hukum (untuk memutuskan) apa yang mereka (orang-orang
kristen dan yahudi) pertentangkan. Tunjukkanlah aku pada kebenaran apa
yang dipertentangkan dengan seizin dariMu. Sesungguhnya Engkau
menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang yang Engkau kehendaki”.
[HR. Muslim 1/534.]
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اَللهُ أَكْبَرُ
كَبِيْرًا، اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا،
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا،
وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً)) ثلاثا ((أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ، مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ
“Allah Maha
Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan
pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak,
segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah di
waktu pagi dan sore”. (Diucapkan tiga kali). “Aku berlindung kepada
Allah dari tiupan, bisikan dan godaan setan”. [HR. Abu Dawud 1/203, Ibnu
Majah 1/265 dan Ahmad 4/85. Muslim juga meriwayatkan hadits senada dari
Ibnu Umar, dan di dalamnya terdapat kisah 1/420
اَللَّهُمَّ لَكَ
الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ،
لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ
فِيْهِنَّ، [وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَاوَاتِ
وَاْلأَرْضِ][ وَلَكَ الْحَمْدُ][أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ،
وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّهُ حَقُّ،
وَالنَّارُ حَقُّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقُّ، وَمُحَمَّدٌ حَقُّ،
وَالسَّاعَةُ حَقُّ][اَللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ،
وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ
حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا
أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ][أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ،
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ][أَنْتَ إِلَـهِيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ].
“Apabila
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam shalat Tahajud di waktu malam, beliau
membaca: “Ya, Allah! BagiMu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi
serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan
bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai
langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji dan bagi-Mu kerajaan
langit dan bumi serta seisi-nya. BagiMu segala puji, Engkau benar,
janjiMu benar, firmanMu benar, bertemu denganMu benar, Surga adalah
benar (ada), Neraka adalah benar (ada), (terutusnya) para nabi adalah
benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dariMu), kejadian hari Kiamat
adalah benar. Ya Allah, kepadaMu aku menyerah, kepadaMu aku bertawakal,
kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku kembali (bertaubat), dengan
pertolonganMu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepadaMu (dan
dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu, ampunilah
dosaku yang telah lewat dan yang akan datang. Engkaulah yang
mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak disembah kecuali
Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali
Engkau”. [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 3/3, 11/116, 13/371, 423,
465 dan Muslim meriwayatkannya dengan ringkas 1/532]
*MEMBACA TA'AWUDZ
Membaca
doa ta'awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka'at, sebagaimana
firman Allah ta'ala: "Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu
meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An Nahl :
98).
Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab
Syafi'i dan diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu' III/323 dan
Tamaam al Minnah 172-177).
Nabi biasa membaca ta'awwudz yang berbunyi:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ،
"Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk"
Atau mengucapkan:
"A'UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI"
artinya:"Aku
berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya
(yang menyebabkan gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang
menyebabkan kerusakan akhlaq)." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu
Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh
Ibnu Hibban dan Dzahabi).
Atau mengucapkan:
"A'UUZUBILLAHIS SAMII'IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM..." artinya:
"Aku
berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari
setan yang terkutuk..." (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan
Tirmidzi dengan sanad hasan).
*MEMBACA AL FATIHAH
Hukum Membaca Al Fatihah
Membaca
Al Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi
kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya
berdasarkan perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Tidak
dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al
Fatihah" (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al- Jama'ah: yakni Al Imam Al
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa
yang sholat tanpa membaca Al Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya
buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna" (Hadits Shahih dikeluarkan
oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah
Jelas
bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk
membaca Al Fatihah, begitu pun pada sholat jama'ah ketika imam
membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur,
'Ashr, satu roka'at terakhir sholat Mahgrib dan dua roka'at terakhir
sholat 'Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut
secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras…? spt sholat maghrib, isya, subuh.
Tentang
ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum
membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al Fatihah, "Betulkah
kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?" Kami menjawab: "Ya,
tapi dengan cepat wahai Rasulallah." Berkata Rasul: "Kalian tidak boleh
melakukannya lagi kecuali membaca Al-Fatihah, karena tidak ada sholat
bagi yang tidak membacanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al
Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad, dihasankan oleh At Tirmidzi dan Ad
Daraquthni)
Selanjutnya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang makmum membaca surat apapun ketika imam membacanya dengan jahr
(diperdengarkan) baik itu Al Fatihah maupun surat lainnya. Hal ini
selaras dengan keterangan dari Al Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal
tentang wajibnya makmum diam bila imam membaca dengan jahr/keras.
Berdasar arahan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Dari Abu Hurairah,
ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
:"Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila imam
takbir, maka bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca, maka
hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…" (Hadits
Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu
Majah no. 846, An Nasai. Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut
pandanganku Shahih).
"Barangsiapa sholat mengikuti imam
(bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi bacaannya juga." (Hadits
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, Ad Daraquthni, Ibnu Majah,
Thahawi dan Ahmad lihat kitab Irwaul Ghalil oleh Syaikh Al- Albani).
Dari
Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
sesudah mendirikan sholat yang beliau keraskan bacaanya dalam sholat
itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang diantara kamu yang membaca
bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya ada, wahai
Rasulullah." Kemudian beliau berkata, "Sungguh aku katakan: Mengapakah
(bacaan)ku ditentang dengan Al Quran (juga)." Berkata Abu Hurairah,
kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah
keraskan bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang
demikian itu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. (Hadits
dikeluarkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai dan Malik. Abu Hatim
Ar Razi menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
Hadits-hadits
tersebut merupakan dalil yang tegas dan kuat tentang wajib diamnya
makmum apabila mendengar bacaan imam, baik Al Fatihahnya maupun surat
yang lain. Selain itu juga berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan apabila
dibacakan Al Quran hendaklah kamu dengarkan ia dan diamlah sambil
memperhatikan (bacaannya), agar kamu diberi rahmat." (Al-A'raaf : 204).
Ayat
ini asalnya berbentuk umum yakni dimana saja kita mendengar bacaan Al
Quran, baik di dalam sholat maupun di luar sholat wajib diam
mendengarkannya walaupun sebab turunnya berkenaan tentang sholat. Tetapi
keumuman ayat ini telah menjadi khusus dan tertentu (wajibnya) hanya
untuk sholat, sebagaimana telah diterangkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid,
Sa'id bin Jubair, Adh Dhohak, Qotadah, Ibarahim An Nakhai, Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam dan lain-lain. Lihat Tafsir Ibnu Katsir II/280-281.
Cara Membaca Al Fatihah
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah pada setiap
roka'at. Membacanya dengan berhenti pada setiap akhir ayat (waqof),
tidak menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya (washol) berdasarkan
hadits riwayat Abu Dawud, Sahmi dan 'Amr Ad Dani, dishahihkan oleh
Hakim, disetujui Adz Dzahabi.
Jadi bunyinya:
BISMILLAHIRRRAHMANNIRRAHIM
kemudian berhenti,
ALHAMDULILLAHIRABBIL'ALAMIN
kemudian berhenti,
ARRAHMANIRRAHIM
Begitulah seterusnya sampai selesai ayat yang terakhir.
Terkadang
beliau membaca: ( MAALIKI YAUMIDDIIN ) Atau dengan memendekkan bacaan
'maa' menjadi: ( MALIKI YAUMIDDIIN ), Berdasarkan riwayat yang mutawatir
dikeluarkan oleh Tamam Ar Razi, Ibnu Abi Dawud, Abu Nu'aim, dan Al
Hakim. Hakim menshahihkannya, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi.
Seandainya Seseorang Belum Hafal Al-Fatihah
Bagi
seseorang yang belum hafal Al Fatihah terutama bagi yang baru masuk
Islam, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan
solusinya. Nasehatnya untuk orang yang belum hafal Al-Fatihah (tentunya
dia tak berhak jadi Imam):
Ucapkanlah:
SUBHANALLAHI, WALHAMDULILLAHI, WA LAA ILAHA ILLALLAHU, WALLAHU AKBAR, WALAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAHI
artinya:
"Maha Suci Allah, Segala puji milik Allah, tiada Ilah (yang haq)
kecuali Allah, Allah Maha Besar, Tiada daya dan kekuatan kecuali karena
pertolongan Allah." (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud,
Ibnu Khuzaimah, Hakim, Thabrani dan Ibnu Hibban disahihkan oleh Hakim
dan disetujui oleh Ad- Dzahabi).
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam juga bersabda: "Jika kamu hafal suatu ayat Al- Qur-an maka
bacalah ayat tersebut, jika tidak maka bacalah Tahmid, Takbir dan
Tahlil." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan At Tirmidzi dihasankan
oleh At Tirmidzi, tetapi sanadnya shahih, baca Shahih Abi Dawud hadits
no. 807).
*MEMBACA AMIN
Hukum Bagi Imam:
Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.
Dari
Abu hurairah, dia berkata: "Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al Fatihah) mengeraskan
suaranya dan membaca aamin." (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban,
Al Hakim, Al Baihaqi, Ad Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al Albani dalam
Al Silsilah Al Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas
shahih)
"Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat),
beliau mengucapkan aamiin dengan suara keras dan panjang." (Hadits
shahih dikeluarkan oleh Al Imam Al- Bukhari dan Abu Dawud)
Hadits
tersebut mensyari'atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin,
demikian yang menjadi pendapat Al Imam Al Bukhari, As Syafi'i, Ahmad,
Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al Bukhari membuat
suatu bab dengan judul 'baab jahr al imaan bi al ta miin' (artinya: bab
tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Di dalamnya dinukil
perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al- Zubair membaca amin bersama para
makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.
Juga
perkataan Nafi' (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin
dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua
orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal
itu."
Hukum Bagi Makmum:
Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan para ulama.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin."
Hal
ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum.
Pendapat ini dipertegas oleh Asy Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak
mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca
aamiin ketika imam juga membacanya.
Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).
"Bila
imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi 'alaihim waladhdhooolliin,
ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun
mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: "(apabila imam mengucapkan
amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya
bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: "bila
seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan
malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari, Muslim, An Nasai dan Ad
Darimi)
Syaikh Al Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:
"Aku
berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh
diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam
mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam,
dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178)
*MEMBACA SURAH SETELAH AL FATIHAH
Membaca
surat Al Qur an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah
karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan tidak
membacanya. Membaca surat Al Quran ini dilakukan pada dua roka'at
pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tentang itu.
Panjang Pendeknya Surat Yang Dibaca
Pada
sholat munfarid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca
surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk,
sedangkan kalau sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya
(misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).
Rasulullah
berkata: "Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya
akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku
memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena
tangis bayi itu." (Muttafaq 'alaih)
Cara Membaca Surat
Dalam
satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka'at,
kadang pula surat yang sama dibaca pada roka'at pertama dan kedua.
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Ya'la, juga
hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Al Baihaqi
atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim, disahkan oleh Al
Hakim disetujui oleh Ad Dzahabi)
Terkadang beliau membolehkan
membaca dua surat atau lebih dalam satu roka'at. (Berdasar hadits yang
dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari dan At Tirmidzi, dinyatakan oleh At
Tirmidzi sebagai hadits shahih)
Tata Cara Bacaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat
yang berimbang antara roka'at pertama dengan roka'at kedua. (berdasar
hadits shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari dan Muslim)
Dalam
sholat yang bacaannya dijahrkan Nabi membaca dengan keras dan jelas.
Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada
roka'at ketiga ataupun dua roka'at terakhir sholat isya' Nabi membacanya
dengan lirih yang hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang membaca dari
gerakan jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya
kepada mereka tapi tidak sekeras seperti ketika di-jahr-kan.
(Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari, Muslim dan
Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sering
membaca suatu surat dari awal sampai selesai selesai. Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam berkata: "Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam
setiap (roka'at) ruku' dan sujud." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan 'Abdul Ghani Al-Maqdisi)
Dalam riwayat
lain disebutkan: "Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu roka'at."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At Thohawi)
Dijelaskan
oleh Syaikh Al Albani: "Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam
setiap satu roka'at sehingga roka'at tersebut memperoleh haknya dengan
sempurna." Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.
Dalam
membaca surat Al Quran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat -sebagaimana
diperintahkan oleh Allah- dan beliau membaca satu per satu kalimat,
sehingga satu surat memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding kalau
dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah berkata bahwa orang yang
membaca Al Quran kelak akan diseru: "Bacalah, telitilah dan tartilkan
sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia, karena kedudukanmu berada
di akhir ayat yang engkau baca." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu
Dawud dan At Tirmidzi, dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al Quran dengan suara yang
bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:
"Perindahlah/hiasilah Al Quran dengan suara kalian [karena suara yang
bagus menambah keindahan Al Quran]." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al
Bukhari , Abu Dawud, Ad Darimi, Al Hakim dan Tamam Ar Razi)
"Bukanlah
dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al Quran." (Hadits
dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al Hakim, dishahihkan oleh Al Hakim dan
disetujui oleh Adz Dzahabi)
*RUKU'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al Quran kemudian berhenti sejenak,
Kemudian
mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul
ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian rukuk (merundukkan
badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus
sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya dari
Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua
tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika
bertakbir hendak rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari
ruku' …." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari, Muslim dan Malik)
Cara Ruku'
Beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya,
Demikian
beliau juga memerintahkan kepada para shahabatnya. "Bahwasanya nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam (ketika ruku') meletakkan kedua tangannya
pada kedua lututnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari dan
Abu Dawud)
Menekankan tangannya pada lututnya.
"Jika kamu
ruku' maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan bentangkanlah
(luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku'." (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Merenggangkan jari-jemarinya
"Beliau
merenggangkan jari-jarinya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Hakim
dan dia menshahihkannya, Adz Dzahabi dan At Thayalisi menyetujuinya)
Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.
"Beliau
bila ruku', meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga bila air
dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan bergerak."
(Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, 'Abdullah bin Ahmad dan ibnu
Majah)
Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut
"Beliau
tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya."(Hadits ini
diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
"Sholat
seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku' dan sujud dengan
meluruskan punggungnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu 'Awwanah,
Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
Thumaninah/Bersikap Tenang
Beliau
pernah melihat orang yang ruku' dengan tidak sempurna dan sujud seperti
burung mematuk, lalu berkata: "Kalau orang ini mati dalam keadaan
seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya seperti gagak
mematuk makanan] sebagaimana orang ruku' tidak sempurna dan sujudnya
cepat seperti burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang tidak
mengenyangkan." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya'la, Al Ajiri, Al
Baihaqi, Adh Dhiya' dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan
oleh Ibnu Khuzaimah)
Memperlama Ruku'
"Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri setelah ruku' dan sujudnya
juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Al Bukhari dan Muslim)
Yang Dibaca Ketika Ruku'
Do'a
yang dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada beberapa macam,
semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang
lain.
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ
"Maha Suci Tuhanku
yang Maha Agung”.(Dibaca tiga kali). [HR. Penyusun kitab Sunan dan Imam
Ahmad, lihat Shahih At-Tirmidzi 1/83.]
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ.
“Maha Suci Engkau, ya Allah! Tuhanku, dan dengan pujiMu. Ya Allah! Ampunilah dosaku.” [HR. Al-Bukhari 1/99 dan Muslim 1/350.]
سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ، رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ.
“Engkau,
Tuhan Yang Maha Suci (dari kekurangan dan hal yang tidak layak bagi
kebesaranMu), Maha Agung, Tuhan malaikat dan Jibril.” [HR. Muslim 1/353
dan Abu Dawud 1/230]
اَللَّهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ،
وَلَكَ أَسْلَمْتُ، خَشَعَ لَكَ سَمْعِيْ وَبَصَرِيْ وَمُخِّيْ وَعَظْمِيْ
وَعَصَبِيْ وَمَا اسْتَقَلَّ بِهِ قَدَمِيْ.
“Ya Allah, untukMu aku
ruku’. KepadaMu aku beriman, kepadaMu aku menyerah. Pendengaranku,
penglihatanku, otakku, tulangku, sarafku dan apa yang berdiri di atas
dua tapak kakiku, telah merunduk dengan khusyuk kepadaMu.” [HR. Muslim
1/534, begitu juga empat imam hadis, kecuali Ibnu Majah]
سُبْحَانَ ذِي الْجَبَرُوْتِ وَاْلمَلَكُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ.
Maha
Suci (Allah) Yang memiliki Keperkasaan, Kerajaan, Kebesaran dan
Keagungan. [HR. Abu Dawud 1/230, An-Nasai dan Ahmad. Dan sanadnya
hasan.]
Yang Dilarang Ketika Ruku'
Larangan disini
adalah larangan dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bahwa
sewaktu ruku' kita tidak boleh membaca Al Quran. Berdasarkan hadits:
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang membaca Al Quran
dalam ruku' dan sujud." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu
'Awwanah)
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al Quran
sewaktu ruku' dan sujud…" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan
Abu 'Awwanah)
*I'TIDAL (BANGKIT DARI RUKU')
Cara i'tidal dari ruku'
Setelah
ruku' dengan sempurna dan selesai membaca do'a, maka kemudian bangkit
dari ruku' (i'tidal). Waktu bangkit tersebut membaca (SAMI'ALLAAHU LIMAN
HAMIDAH) disertai dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana waktu
takbiratul ihrom.
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ.
“Semoga Allah mendengar pujian orang yang memujiNya.” [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Baari 2/282].
Hal
ini berdasarkan keterangan beberapa hadits, diantaranya: Dari Abdullah
bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai
setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk
dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku' sambil mengucapkan
SAMI'ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…"(Hadits dikeluarkan oleh Al Bukhari, Muslim
dan Malik).
Yang Dibaca Ketika I'tidal dari Ruku'
Seperti ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku' itu membaca: (SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH)
Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ.
“Wahai
Tuhan kami, bagiMu segala puji, aku memujiMu dengan pujian yang banyak,
yang baik dan penuh dengan berkah.” [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Baari
2/284.]
Kadang ditambah dengan bacaan:
مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ اْلأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا، وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ.
أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ، وَكُلُّنَا
لَكَ عَبْدٌ. اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ
لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.
(Aku
memujiMu dengan) pujian sepenuh langit dan sepenuh bumi, sepenuh apa
yang di antara keduanya, sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu.
Wahai
Tuhan yang layak dipuji dan diagungkan, Yang paling berhak dikatakan
oleh seorang hamba dan kami seluruhnya adalah hambaMu. Ya Allah tidak
ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada pula
yang dapat memberi apa yang Engkau halangi, tidak bermanfaat kekayaan
bagi orang yang memilikinya (kecuali iman dan amal shalihnya), hanya
dariMu kekayaan itu. [HR. Muslim 1/346.]
Cara I'tidal
Adapun
dalam tata cara i'tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat,
pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak bersedekap
tapi melepaskannya. kedua duanya boleh dan sama-sama ada dalilnya. Bagi
yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama tidak apa-apa dan bagi
siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak mengapa.
Wallaahu a'lamu bishshawab.
Thumaninah dan Memperlama Dalam I'tidal
"Kemudian
angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan tegak [sehingga tiap-
tiap ruas tulang belakangmu kembali pata tempatnya]." (dalam riwayat
lain disebutkan: "Jika kamu berdiri i'tidal, luruskanlah punggungmu dan
tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu mapan ke tempatnya)."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari dan Muslim, dan riwayat
lain oleh Ad Darimi, Al Hakim, As Syafi'i dan Ahmad)
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri terkadang dikomentari oleh
shahabat: "Dia telah lupa" [karena saking lamanya berdiri]. (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari, Muslim dan Ahmad)
*SUJUD
Sujud dilakukan setelah i'tidal thumaninah dan jawab tasmi' (Rabbana Lakal Hamd...dst).
Cara Sujud
Dengan
tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang
pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan
menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu
baru kemudian meletakkan kedua tangan pada tempat kepala diletakkan dan
kemudian meletakkan kepala kepala dengan menekankan hidung dan kening ke
lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun telinga).
Dari
Wail bin Hujr, berkata, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua
tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua
lututnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi
An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ad- Daarimy)
"Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An Nasa'i dan Daraquthni)
"Terkadang
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan
membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah
kiblat." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al Hakim,
Al-Baihaqi)
"Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
"Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An Nasa'i)
Cara Sujud
Bersujud
pada 7 anggota badan, yakni jidat/kening/dahi dan hidung (1), dua
telapak tangan (3), dua lutut (5) dan dua ujung kaki (7). Hal ini
berdasar hadits:
Dari Ibnu 'Abbas berkata: Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam berkata: "Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat
lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan;
yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua
telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh
menyibak lengan baju dan rambut kepala." (Hadits dikeluarkan oleh
Al-Jama'ah)
Dilakukan dengan menekan
"Apabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian
depan telapak kaki ke tanah." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al
Baihaqi)
Kedua lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi lambung.
Dari
Abu Humaid As-Sa'diy, bahwasanya Nabi shalallau 'alaihi wasallam bila
sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua
tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu
beliau." (Diriwayatkan oleh Al Imam At Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau 'alaihi wasallam bersabda:
"Luruskanlah
kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya
seperti anjing menghamparkan kakinya." (Diriwayatkan oleh Al Jama'ah
kecuali Al Imam An Nasai, lafadhz ini bagi Al Imam Al Bukhari)
"Beliau
mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari
lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari dan Muslim)
Menjauhkan perut/lambung dari kedua paha
Dari
Abi Humaid tentang sifat sholat Rasulillah shallallahu 'alaihi wa
sallam berkata: "Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua
pahanya (dengan) tidak menopang perutnya." (Hadits dikeluarkan oleh Al
Imam Abu Dawud)
Merapatkan jari-jemari
Dari Wail,
bahwasanya Nabi shalallau 'alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan
jari-jemarinya. (Diriwayatkan oleh Al Imam Al Hakim)
Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua tumit
Berkata
Aisyah isteri Nabi shalallau 'alaihi wasallam: "Aku kehilangan
Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur
bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan
kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku
dengar…" (Diriwayatkan oleh Al Imam Al Hakim dan Ibnu Huzaimah)
Thumaninah dan sujud dengan lama
Sebagaimana
rukun sholat yang lain mesti dikerjakan dengan thumaninah. Juga
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kalau bersujud biasanya lama.
"Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri setelah ruku'
dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari dan Muslim)
Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas Alas
"Para
shahabat sholat berjama'ah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam pada cuaca yang panas. Bila ada yang tidak sanggup menekankan
dahinya di atas tanah maka membentangkan kainnya kemudian sujud di
atasnya" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
Bacaan Sujud
Rasulullah membaca
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى
“Maha
Suci Tuhanku, Yang Maha Tinggi (dari segala kekurangan dan hal yang
tidak layak). Dibaca tiga kali” [HR. Para penyusun kitab Sunan dan Imam
Ahmad. Lihat Shahih At-Tirmidzi 1/83.]
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ.
“Maha Suci Engkau. Ya Allah, Tuhan kami, aku memujiMu. Ya Allah, ampunilah dosaku.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ.
“Engkau Tuhan Yang Maha Suci, Maha Agung, Tuhan para malaikat dan Jibril.” [HR. Muslim 1/533]
اَللَّهُمَّ
لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، سَجَدَ وَجْهِيَ
لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ
اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ.
Ya Allah, untukMulah aku bersujud,
kepadaMulah aku beriman, kepadaMu aku menyerahkan diri, wajahku
bersujud kepada Tuhan yang menciptakannya, yang membentuk rupanya, yang
membelah (memberikan) pendengarannya, penglihatannya, Maha Suci Allah
sebaik baik Pencipta. [HR. Muslim 1/534, begitu juga imam hadits yang
lain]
سُبْحَانَ ذِي الْجَبَرُوْتِ وَاْلمَلَكُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ.
Maha
suci Tuhan yang memiliki Keperkasaan, Kerajaan, Kebesaran dan
Keagungan. [HR. Abu Dawud 1/230, An-Nasai dan Ahmad. Dinyatakan shahih
oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud 1/166.]
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذَنْبِيْ كُلَّهُ، دِقَّهُ وَجِلَّهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ وَسِرَّهُ.
“Ya
Allah, ampunilah seluruh dosaku yang kecil dan besar, yang telah lewat
dan yang akan datang, yang kulakukan dengan terang-terangan dan yang
tersembunyi.” [HR. Muslim 1/350.]
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ
بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ
بِكَ مِنْكَ، لاَ أُحْصِيْ ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى
نَفْسِكَ.
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dengan
keridhaanMu (agar selamat) dari kebencianMu, dan dengan keselamatanMu
(agar terhindar) dari siksaanMu. Aku tidak membatasi pujian kepadaMu.
Engkau (dengan kebesaran dan keagunganMu) adalah sebagaimana pujianMu
kepada diriMu.” [HR. Muslim 1/532.]
Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
"Ketahuilah
bahwa aku dilarang membaca Al Quran sewaktu ruku' dan sujud…" (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
BANGUN DARI SUJUD PERTAMA
Setelah
sujud pertama -dimana dalam setiap roka'at ada dua sujud- maka kemudian
bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam bangun dari
sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar
hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir" (Hadits dikeluarkan oleh Al Bukhari dan Muslim)
*DUDUK DIANTARA 2 SUJUD
Duduk
ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada
roka'at pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua
sujud, duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki
kiri dan kaki kanan ditegakkan) dan duduk iq'a (duduk dengan menegakkan
kedua telapak kaki dan duduk diatas tumit).
Hal ini berdasar
hadits:Dari Aisyah berkata: "Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan,
baliau melarang dari duduknya syaithan." (Diriwayatkan oleh Ahmad dan
Muslim)
Syaikh Al Albani berkata, duduknya syaithan adalah
dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki
tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari Rifa'ah bin
Rafi' -dalam haditsnya- dan berkata Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam
: "Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau
bangun duduklah di atas pahamu yang kiri." (Hadits dikeluarkan oleh
Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam terkadang duduk iq'a, yakni duduk dengan menegakkan
telapak dan tumit kedua kakinya. (Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Waktu duduk antara dua sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:
Beliau menegakkan kaki kanannya (Al Bukhari)
Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat (An Nasai)
Bacaannya
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ.
“Wahai Tuhanku, ampunilah dosaku, wahai Tuhanku, ampunilah dosaku.” [HR. Abu Dawud 1/231, lihat Shahih Ibnu Majah 1/148]
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَعَافِنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَارْفَعْنِي.
“Ya
Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, tunjukkanlah aku (ke
jalan yang benar), cukupkanlah aku, selamatkan aku (tubuh sehat dan
keluarga terhindar dari musibah), berilah aku rezeki (yang halal) dan
angkatlah derajatku.” [HR. Ashhabus Sunan, kecuali An-Nasai. Lihat
Shahih Tirmidzi 1/90 dan Shahih Ibnu Majah 1/148.]
Dan tidak ada dalil ucapan WA'FUANI
*MENUJU RAKAAT BERIKUTNYA
Pada masalah ini ada dua tempat/kondisi, yaitu :
1. Bangkit menuju roka'at berikut dari posisi sujud kedua pada akhir roka'at pertama dan ketiga.
2. Bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal pada roka'at kedua.
Pertama
Bangkit/bangun
dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka'at pertama dan ketiga)
didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit
berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit
bisa dengan tangan bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada
pahanya.
Tangan bertumpu pada satu pahanya
Dari Wail
bin Hujr, "Maka tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersujud dia
meletakkan kedua lututnya ke lantai sebelum meletakkan kedua tangannya
…..dan apabila bangkit dia bangkit atas kedua lututnya dengan bertumpu
pada satu paha." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)
Tangan bertumpu pada lantai (tempat sujud)
Kemudian
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika bangkit
ke roka'at kedua. (Hadits dikeluarkan oleh AlBukhari)
Disela duduk istirahat
Dari
Malik bin Huwairits bahwasanya di malihat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam sholat, maka bila pada roka'at yang ganjil tidaklah beliau
bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus." (Hadits dikeluarkan
oleh Al Bukhari, Abu Dawud dan At- Tirmidzi)
Kedua
Bangkit
dari duduk tasyahhud awwal (dari roka'at kedua) dengan mengangkat kedua
tangan seraya bertakbir seperti pada takbiratul ihram.
Mengangkat tangan ketika takbir
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya mengucapkan
takbir, kemudian berdiri (Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya'la)
*DUDUK TASYAHHUD AWAL DAN AKHIR
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat
Tempat dilakukannya
Duduk
tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat yang jumlah roka'atnya sama
dengan atau lebih dari dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada roka'at
yang ke-2. Sedang duduk tasyahhud ahir dilakukan pada roka'at yang
terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.
Cara duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir
Waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri)
sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai)
Pada masing-masing posisi kaki kanan ditegakkan.
Dari
Abi Humaid As-Sa'idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, dia berkata, "Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam duduk dalam dua roka'at (-tasyahhud awwal) beliau duduk diatas
kaki kirinya dan bila duduk dalam roka'at yang akhir (-tasyahhud akhir)
beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai
dll)." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Letak tangan ketika duduk
Untuk
kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil
berisyarat dan/atau menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan
ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya ditaruh/terhampar di paha
kiri
Dari Ibnu 'Umar berkata Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa
sallam bila duduk di dalam shalat meletakkan dua tangannya pada dua
lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa dengannya sedang
tangannya yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau hamparkan
padanya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
Berisyarat dengan telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak
Selama
melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat
dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada
suatu sholat digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak
digerak-gerakkan.
"Kemudian beliau duduk, maka beliau hamparkan
kakinya yang kiri dan menaruh tangannya yang kiri atas pahanya dan
lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya, kemudian
beliau menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian
mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau menggerak- gerakkannya
berdo'a dengannya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud
dan An-Nasa-i).
"Dari Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia
menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berisyarat dengan
jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya." (Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Abu Dawud).
Mengangkat jari telunjuk dari awal tasyahud hingga akhir
Madzhab
kebanyakan orang-orang Syafiiyyah menyatakan bahwa disunnahkan
berisyarat dengan jari telunjuk kemudian diangkat jari telunjuk tersebut
ketika mencapai kata hamzah dari kalimat Laa ilaaha illallah. Hal ini
disebutkan oleh Imam An Nawawy dalam Al-Majmu’ 3/434 dan dalam Minhaj
Ath-Tholibin hal.12.
Dan hal yang sama disebutkan oleh Imam
Ash-Shon’any dalam Subulus Salam 1/362 dan beliau tambahkan bahwa hal
tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqy.
Namun
tidak ada keraguan bahwa yang disyariatkan dalam hal ini adalah
mengangkat jari telunjuk dari awal tasyahud hingga akhir. Hal ini
berdasarkan hadits-hadits shohih yang sangat banyak jumlahnya yang telah
tersebut sebagiannya pada jawaban pertanyaan no.1 yang menjelaskan
bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wasallam ketika duduk tasyahud beliau
menggenggam jari-jari beliau lalu membuat lingkaran kemudian mengangkat
telunjuknya, maka dzahir hadits ini menunjukkan beliau mengangkat jari
telunjuk dari awal tasyahud sampai akhir.
Adapun bantahan terahadap madzhab orang-orang Syafiiyyah maka jawabannya adalah sebagai berikut :
1.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqy itu adalah hadits Khafaf
bin Ima’ dan di dalam sanadnya ada seorang lelaki yang tidak dikenal
maka ini secara otomatis menyebabkan hadits ini lemah.
2. Hal yang
telah disebutkan bahwa dzohir hadits-hadits yang shohih menunjukkan
bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wasallam mengangkat jari telunjuk dari
awal hingga ahir menyelisihi hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqy
tersebut sehingga ini semakin mempertegas lemahnya riwayat Al-Baihaqy
tersebut.
3. Orang-orang Syafiiyyah sendiri tidak sepakat tentang
sunnahnya mengangkat jari telunjuk ketika mencapai huruf hamzah dari
kalimat Laa Ilaaha Illallah, karena Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’ 3/434
menukil dari Ar-Rafi’y (salah seorang Imam besar dikalangan Syafiiyyah)
yang menyatakan bahwa tempat mengangkat jari telunjuk adalah pada
seluruh tasyahud dari awal hingga akhir.
4. Hal yang disebutkan
oleh orang Syafiiyyah ini tidak disebutkan di dalam madzhab para ulama
yang lain. Ini menunjukkan bahwa yang dipakai oleh para ulama adalah
mengangkat jari telunjuk pada seluruh tasyahud dari awal hingga akhir.
Kesimpulan :
JJadi
yang benar di dalam masalah ini adalah bahwa jari telunjuk disyariatkan
untuk diangkat dari awal tasyahud hingga akhir dan tidak mengangkatnya
nanti ketika mencapai huruf hamzah dari kalimat Laa Ilaaha Illallah.
Membaca do'a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat
Do'a
tahiyyat ini ada beberapa riwayat, untuk hendaklah dipilih yang kuat
dan lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang
baik adalah sebagai berikut:
Berkata Abdullah : beliau shallallahu
'alaihi wa sallam berkata : sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila
shalat hendaklah kalian itu mengucapkan:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ،
وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ
اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
“Segala penghormatan
hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga
kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan
berkahNya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba
Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak disembah
selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusanNya.” [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Baari 1/13 dan Imam Muslim
1/301]
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ.
“Ya Allah, berilah
rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah
memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji dan Maha Agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan
keluarganya (termasuk anak dan istri atau umatnya), sebagai-mana Engkau
telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji dan Maha Agung.” [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Baari
6/408.]
Berdo'a berlindung dari empat (4) hal.
Hal ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja.
…..Apabila kamu telah selesai bertasyahhud akhir maka…(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Agar
tidak menyalahi riwayat -hadits Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam-
ini maka dalam tasyahhud awwal bacaannya berhenti sampai membaca
sholawat pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sedang ta'awudz
(berlindung dari 4 hal) ini dibaca hanya ketika tasyahhud akhir.
اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ،
وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ
الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.
“Ya Allah, Sesungguhnya aku
berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah
kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal.”
[HR. Al-Bukhari 2/102 dan Muslim 1/412. Lafazh hadits ini dalam riwayat
Muslim]
Monday, February 25, 2013
Sifat Sholat Nabi Muhammad SAW
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment